SULTRAKITA.COM, WAKATOBI – Tindakan kekerasan yang dilakukan Oknum polisi terhadap beberapa wartawan pada saat peliputan demonstrasi Mahasiswa di Sulawesi Selatan (Sulsel), mendapat kecaman dari Pengurus Jurnalis Online Indonesia (JOIN) Kabupten Wakatobi.
Ketua JOIN Wakatobi La Ode Arjuno Emang Sah menyampaikan, tindakan oknum kepolisian tersebut sangat bertentangan dengan tugas dan fungsi kepolisian sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.
Arjuno menyebutkan, sesuai UU No 9 Tahun 1999 pasal 8 tentang Pers disebutkan dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum, sebab itu segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis selayaknya tidak perlu terjadi.
“Saya pikir dalam pasal itu jelas, artinya selama dia melaksanakan tugas sebagai wartawan sesuai dengan kode etik jurnalis, maka pasal itu akan selalu melekat pada profesinya, jadi sangat tidak etis sekali, apabila ada oknum dari mana pun apa lagi itu adalah oknum polisi yang kemudian melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap wartawan,” tutur Ketua JOIN Waktobi La Ode Arjuno Emang Sah saat dikonfirmasi, (Rabu, 25/09).
Ia juga mengatakan, kejadian terhadap wartawan di Sulsel itu, diharapkan menjadi perhatian penting dewan pers dan organisasi wartawan, sehingga tidak terulang lagi, proses hukum juga harus berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Tanggapan yang sama juga disampaikan Syaiful (Sekretaris JOIN Wakatobi). Ia menjelaskan kekerasan terhadap wartawan di Indonesia kerap terjadi, olehnya itu ia berharap adanya perhatian khusus dari pemerintah dan pihak terkait.
Lebih lanjut kata Syaiful, ada yang harus dipahami oleh khalayak, bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsi Pers, seorang wartawan tidk mesti dihalangi apalagi sampai terjadi kekerasan, karena itu punya konsekwensi hukum yang ditur dalam UU Pers.
“Pasal 18 ayat (1) menyebutkan bahwa, Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pada Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), jadi mesti hati-hati juga,” tutupnya. (Man)