SULTRAKITA.COM, KENDARI – Salah Satu Koordinator Presidium Forum Sultra Satu Abu Hasan akan mengelar seminar ‘Satu Untuk Sultra’ dengan topik memperkokoh budaya untuk Sultra satu yang akan dilaksanakan pada, 8 November mendatang bertempat di Hotel Kendari.
Dimana seminar tersebut yakni Prof La Ode Masihu Kamaluddin selaku keynote speaker, kemudian pemateri adalah Rocky Gerung, Prof Musni Umar, Prof Nora S. Mokodompit, Prof Zamrun Firihu, Habil Marati, Prof La Niampe dan Rusmin Abdul Gani. Sementara moderator semitar tersebut yakni Dr Bahtiar dan Yani Faufik, PhD.
Koordinator Presidium Forum Sultra Satu ‘Satu untuk Sultra’ Abu Hasan mengatakan, pelaksanaan seminar tersebut berdasarkan ide dan gagasan empat pilar dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan sikologis kebutuhan masyarakat Sultra.
“Kenapa episentrumnya ke budaya? Karena kita meyakini budaya itu penetrasinya bisa mewarnai ekonomi, bisa mewarnai politik dan bisa bisa mewarnai sosial budaya. Jadi kita episentrumnya ke budaya yakni empat pilar budaya besar di Sultra yakni moronene, tolaki, muna dan buton. Ini yang kita coba bangkitkan semangat kebersamaan dan kekeluargaan,” ujarnya.
Dikatakan langkah tersebut dilakukan, agar di masa depan warisan budaya tersebut tetap terinternalisasi dikalangan tokoh-tokoh pemuda, mahasiswa, para intelektual, aktivis dan seluruh stakeholder yang menentukan arah pembangunan dan masa depan Sultra.
“Sehingga beberapa tokoh di Sultra didaulat untuk menjadi anggota presidium. Jadi ini bukan organisasi yang formal seperti ormas tapi ini sifatnya bisa selesai pesta 2024 selesai ini. Jadi nanti kita ganti formula dengan nama yang lain, tapi kita ingin sampai 2024 tema-tema budaya terus kita perkuat sehingga masyarakat Sultra menghadapi momentum 2024 memiliki kesadaran baru untuk mencari sosok pemimpin daerah yang benar-benar lahir dari akar budaya, tokoh-tokoh budaya yang ada di Sultra ini,” ujarnya.
“Kita bukan tidak suka dengan orang luar masuk, karena selama ini daerah ini sudah menjadi daerah terbuka. Yakni terbuka secara ekonomi, terbuka secara sosial dan terbuka secara politik. Yan menjadi bupati, anggota DPR kita tidak ada proteksi, semua mau lewat pintu partai apa silahkan. Tapi khusus untuk gubernur ini diberi atensi banyak pihak, karena kita tidak boleh mengabaikan proses politik 2024, karena hasilnya itu akan menentukan nasib banyak orang dan orang banyak di Sultra. Makanya kita peduli,” tambahnya.
Abu Hasan menyampaikan, perihal budaya lokal berlaku dimana-mana bukan hanya di Sultra, mungkin di Jawa, Kalimantan dan daerah lainya.
“Selama soal pilih memilih atau soal demokrasi, orang akan memili seseorang itu dia bagian dari saya atau bukan. Misalnya saya ada niat untuk jadi Wali Kota di Solo orang akan bilang masa orang Buton Utara mau jadi Wali Kota di Solo, kalau mau jadi Bupati di Buton Utara. Jadi ini bukan soal rasis, bukan soal primordial primer tapi ini semangat demokrasi sejalan semangat otonomi daerah dan sejalan dengan nilai-nilai antropologi dan sosial politik,” paparnya. (Pry)
