SULTRAKITA.COM, KOLAKA – Puluhan aktivis mendatangi Pengadilan Negeri Kolaka mempertanyakan amar putusan majelis hakim PN Kolaka terkait sengketa lahan di desa Huko-huko, Kecamatan Pomalaa, kabupaten Kolaka yang mereka nilai tidak berkeadilan, Rabu (15/9)
Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Kolaka Kontrol dalam orasinya Ketua ormas Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (Pekat IB) Kolaka, Dudi Khaeruddin dan Ketua DPC Laki Kolaka Mardin Fahrun, mempertanyakan alasan hakim PN Kolaka yang memenangkan pihak penggugat atas nama Mitran Rende, anak dari Markus Nuntun, terhadap para tergugat (beberapa orang warga Huko-Huko) atas tanah seluas 10 hektar.
Menurut para demonstran, bukti kepemilikan tanah Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dipegang oleh Markus Nuntun diterbitkan tahun 1974 adalah palsu. Selain itu, luasan tanah yang disengketakan tidak sesuai dengan SKT yang ada dengan Keputusan PN tersebut.
“Kami duga tandatangan SKT itu palsu, sebab kepala desa Huko-Huko saat itu namanya Muhammad Yusuf, bukan Yusufi dalam SKT yang dipegang oleh penggugat, dan dalam SKT luasan tanah tertera seluas 10 ha, tapi yang diputus oleh hakim tanah seluas 18 ha, inilah yang membuat tanda tanya bagi kami,” tegas Mardin.
Demonstran menilai putusan hakim sepihak, sebab tidak menghadirkan saksi ahli dipersidangan sebelum memutus perkara tersebut.
“Kami tidak mempersoalkan putusan PN, tapi kami ingin tahu apa dasar sehingga memutuskan seperti itu, karena itu kami hadir untuk menyuarakan keadilan,” tegas Dudi dalam orasinya.
Perwakilan demonstran diizinkann bertemu dengan pihak PN Kolaka untuk menyampaikan aspirasi mereka. Dalam pertemuan itu para pendemo meminta klarifikasi terkait putusan PN Kolaka dalam pekara tersebut.
Humas PN Kolaka Ignatius Yulyanto Ari Wibowo kepada wartawan mengatakan, pihaknya menerima massa di halaman kantor karena masih suasana pandemi. Adapun terkait putusan hakim PN Kolaka atas tanah di desa Huko-Huko, dirinya tidak bisa mengomentarinya, sebab itu melanggar kode etik. Dia juga menyatakan bahwa perkara ini masih berproses di tingkat kasasi.
“Teman-teman tadi mendesak untuk klarifikasi, tapi saya terikat kode etik, siapapun itu tidak boleh mengomentari keputusan hakim, jadi perkara ini sudah kami putus disini, dan majelis disini sudah memutus memenangkan penggugat, dan para tergugat sepertinya sudah mengajukan upaya hukum banding, sekarang ini tahapannya dalam proses kasasi, jadi perkara ini belum selesai,” tuturnya. (pc)