SULTRAKITA.COM – CEO PT. Vale Indonesia Tbk Febriani Eddy menegaskan kembali komitmen Vale untuk menjadi industri pertambangan, yang didorong oleh keberlanjutan dan bekerja untuk mencapai target ambisius Net Zero Emission pada tahun 2050. Hal tersebut diungkap saat menjadi pembicara dalam Conference of the Parties (COP26) dan Pavilliun Indonesia forum Business Leadership dengan mengangkat tema ” Supporting Ambitious Target Achievement on GHG Emision Reduction” yang dilaksanakan di Glasgow, Skotlandia sejak 31 Oktober Hingga 12 November 2021.
“Saya senang berada di sini, di Glasgow, untuk menghadiri COP-26 UNFCC, mendukung Paviliun Indonesia dan berbagi upaya bersama menuju ekonomi hijau dari perspektif bisnis. Perubahan iklim adalah nyata dan setiap dari kita dapat berkontribusi untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau. Bersama,” ujar Febriani Eddy.
COP26 merupakan ajang perhelatan perubahan iklim yang mengumpulkan ratusan pemimpin dunia dengan komitmen untuk menetapkan target pengurangan emisi atau dekarbonisasi.
Perhelatan ini merupakan terusan dari Paris Agreement atau Perjanjian Paris pada 2015. Sebanyak 100 pemimpin dunia hadir di Glasgow, Skotlandia untuk menentukan langkahnya dalam menyusun target dekarbonisasi.
Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) memuat terkait mitigasi emisi gas rumah kaca, adaptasi, dan keuangan.
Menurut Febriani Eddy, sangat penting bagi industri pertambangan untuk bertransformasi guna membangun kepercayaan, tumbuh lebih kuat, dan mencapai hasil yang berkelanjutan.
PT Vale Indonesia telah melaksanakan pengurangan emisi karbon karena hal ini menjadi bagian solusi untuk perubahan iklim.
Sejak beroperasi 53 tahun lalu, PT Vale Indonesia Tbk sangat mendukung peningkatan Energi Baru Terbarukan (EBT) melalui praktik pertambangan yang berkelanjutan.
Untuk itu, PT Vale Indonesia telah mengawalinya dengan meningkatkan penggunaan EBT yakni telah membangun dan mengoperasikan 3 Unit Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan kapasitas sebesar 365 Megawatt (MW) dan berkontribusi terhadap 36% total energi yang dibutuhkan perusahaan untuk beroperasi. Pengoperasian 3 PLTA tersebut mampu mengurangi emisi CO2 lebih dari 1 juta ton CO2eq setiap tahun.
Tak hanya itu saja, pada operasional pabrik di Blok Sorowako telah diterapkan penggunaan teknologi electric boiler, dan pemanfaatan biodiesel B30. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai target Net Zero Emissions pada 2050.
“Perseroan membuat komitmen publik yang sangat ambisius untuk mengurangi emisi karbon terkait dengan kegiatan penambangan, pengolahan, dan pada akhirnya, penggunaan produk kami. Tujuan kami adalah mengurangi emisi sebesar 30% paling lambat pada 2030 dan menjadi net zero emissions pada 2050. Hal ini sejalan dengan Paris Agreement yang telah ditandatangani Vale pada 2019 silam,”kata Febriany Eddy.
Demikian pula nantinya pada pembangunan pabrik baru di area Bahodopi, Sulteng yang akan menggunakan PLTG atau energi gas bumi. Pabrik tersebut akan menjadi pabrik nikel dengan emisi karbon per ton nikel terendah kedua setelah Sorowako yang menggunakan PLTA. Menyusul kemudian pada proyek Pomalaa, di Sultra juga akan menerapkan operasional rendah karbon emisi.
“PT Vale Indonesia sangat fokus pada sektor pertambangan dan processing nikel, meski demikian tentunya operasional yang ramah lingkungan menjadi perhatian utama,” ungkapnya.
Tak hanya pada penerapan operasional ramah lingkungan, dari sisi komitmen terhadap Paris Agreement PT Vale Indonesia Tbk terus melakukan reklamasi pasca tambang serta pembibitan.
Diatas lahan seluas 2,5 ha di Sorowako, Sulawesi Selatan, dengan menghasilkan sebanyak 700.000 bibit per tahun untuk merehabilitasi 100 hektar area pasca tambang. Data per September 2021 total lahan yang sudah direklamasi mencapai 3.301 hektar.
Perseoran juga melakukan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan program penanaman tanaman jenis kayu-kayuan dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di luar wilayah Kontrak Karya PT Vale. Tujuannya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi DAS sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
Saat ini rehabilitasi DAS dilakukan di 13 kabupaten dan 51 desa dengan luas 10.000 hektar tersebar di Luwu Timur seluas 1.490 hektar, Luwu dan Luwu Utara seluas 1.996 hektar, Tana Toraja seluas 1.190 hektar, Toraja Utara, Enrekang dan Pinrang seluas 979 hektar, Bone seluas 1.735 hektar, Soppeng dan Gowa seluas 1.135 hektar, Barru, Maros, Gowa dan Takalar seluas 1.475 hektar.
“Sampai saat ini praktik rehabilitasi kami masih diakui diantara yang terbaik di Indonesia. Untuk itu diharapkan semoga semakin banyak perusahaan tambang yang bisa melakukan praktek pertambangan berkelanjutan seperti yang diterapkan di PT Vale Indonesia Tbk,” pungkasnya. (rls)