SULTRAKITA.COM, WATAMPONE — Dalam puncak perayaan Hari Jadi Bone (HJB) yang Ke 694, sebagai Kabupaten yang besar hal ini tentunya menjadi refleksi akan pencapaian Bone dalam rentang usianya.
Pada Hari Jadi Bone Ke 694 , berbagai Prosesi Adat dilakukan yang menunjukkan karakter Budaya Bone dengan mengangkat kearifan lokal watak orang Bone dengan kebugisannya.
Dengan menorehkan tema “Mattuppu RI Ade’e dan Mappasanre RI Sara’e yang artinya “Berpegang pada Adat, Bersandar pada Agama”.
Tema ini diusung, sebab adat istiadat merupakan jati diri suatu peradaban, menjadi ciri khas suatu daerah yang perlu dilestarikan sebagai warisan budaya bagi anak cucu di regenerasi selanjutnya.
Dan dalam konteks sendi-sendi kehidupan, kita tidak lepas dari aturan agama yang mengikat yang senantiasa mengajarkan kebaikan kepada pemeluknya.
Maka tentunya tema Hari Jadi Bone yang ke 694 yang diangkat, sangat tepat sebagai acuan dan wejangan agar Bone menjadi daerah yang tetap mencintai adat-istiadatnya dan berpegang teguh pada Agamanya.
Mattompang Arajang yang menjadi Puncak peringatan HJB Ke 694, digelar Kompleks rumah jabatan Bupati Bone Jalan Petta Ponggawae Kecamatan Tanete Riattang, Sabtu (20/4, sebagai salah satu bukti kecintaan dan pelestarian adat istiadat masyarakat Bone.
Penjabat Bupati Bone dalam sambutannya menjelaskan, Tema Hari Jadi Bone Ke 694 “Matuppu Ri Ade’e, Massanre RI Sara’ e, dilaksanakan dengan tetap mempertahankan nuansa kebersamaan dan kesakralan Adat dan Sejarah.
Dengan tujuan mengenang kembali semangat historis masyarakat Kabupaten Bone terhadap kejayaan masa lampau yang kental dengan nilai nilai budaya dan agama.
Menurutnya Nilai Budaya dan Norma Adat tersebut menjadi pranata bagi kehidupan Kabupaten Bone yang senantiasa mengharapkan kedamaian, ketenangan dan kesejahteraan lahir dan batin.
“Adapun tema peringatan hari jadi Bone tahun ini adalah Matuppu ribade’e Mappasanre RI sara’e Tema ini memiliki arti sendikan pada adat dan sandarkan pada agama, bermakna sebuah prinsip yang menyandingkan aturan adat dan syariat agama Islam dalam mejalankan pemerintah di zaman kerajaan Bone, sehingga tercapai ketertiban keamanan kejayaan dan kemakmuran,” jelasnya.
Islamuddin menuturkan, prinsip tersebut dijadikan tema hari jadi Bone agar menjadi inspirasi bagi pemerintah dan masyarakat Bone dalam beraktivitas dan berkegiatan untuk pembangunan Bone
Pj Bupati Bone menyebutkan salah satu Falsafah Bugis yang dapat menjadi pegangan sebagai manusia dalam menjalani kehidupannya, yaitu Falsafah Bugis “Tellumi Riala Sappo, Tawwe Ridewatae, Siri Riwatakkaleta dan Nannia Siri Ripadatta Rupatau” yang artinya Ada tiga rasa yang dijadikan batasan yaitu Rasa takut kepada Allah SWT, rasa malu kepada diri sendiri dan rasa malu kepada sesama.
Terakhir Islamuddin menegaskan
momen Mattompang Arajang sebagai refleksi sejarah kebangkitan Bone yang kaya dengan tradisi dan Kearifan lokal dan menjadi modal dalam akselerasi pembangunan kabupaten Bone.
“Prosesi adat Mattompang Arajang bukan untuk mengkultuskan benda -bena pusaka yang diwariskan kepada kami, namun sebagai penghargaan kepada leluhur atas kebesaran yang telah mereka raih, serta kebijaksanaan yang telah mereka wariskan kepada kami,” tutupnya.
Acara Mattompang Arajang dihadiri Pj Gubernur Sulsel, Kapolda Sulsel, Pj Bupati Luwu, Pj Bupati Bantaeng, Pj Walikota Palopo, Raja-raja Nusantara, Kasrem 141 Toddopuli, delegasi dari Selangor Malaysia dan perwakilan dari Bontang yang berjumlah 200 orang. (WRD)