Menu

Mode Gelap

Berita Utama · 1 Okt 2024 20:56

Pemprov Sahuti Usulan DPRD Sultra Terkait Pembangunan Patung Haluoleo


					 Suasana RDP DPRD Provinsi Sultra bersama LAT, turut dihadiri Tim Perencana Patung Haluoleo dan Tim Teknis Dinas Cipta Karya bersama Kadis Cipta Karya Provinsi Sultra. Perbesar

Suasana RDP DPRD Provinsi Sultra bersama LAT, turut dihadiri Tim Perencana Patung Haluoleo dan Tim Teknis Dinas Cipta Karya bersama Kadis Cipta Karya Provinsi Sultra.

SULTRAKITA.COM, KENDARI – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara menyahuti usulan DPPD Provinsi Sultra terkait pembangunan Patung Haluoleo, yang sebelumnya lahir dari hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) saat menerima aspirasi dari Lembaga Adat Tolaki (LAT).

Pihak Pemprov Sultra melalui Sekda Sultra, Drs H Asrun Lio MHum PhD, Selasa (1/10/2024) mengungkapkan, respon tersebut juga dilakukan karena menyadari akan pentingnya menjaga nilai-nilai sejarah sekaligus menjadi warisan budaya kepada generasi penerus untuk saling mengenal, sehingga dapat terus menjaga tatanan hidup harmonis, yang selama ini telah tercipta dengan baik.

“Pemprov Sultra sedapat mungkin merespon setiap masukan yang masuk, termasuk rencana pembangunan Patung Haluoleo. Monumen ini rencananya akan dibangun di sekitar Kawasan Bandara Haluoleo Kendari, dimana pelatakan batu pertama diperkirakan terlaksana pada awal Oktober 2024,” tuturnya.

Jenderal ASN Provinsi Sultra ini mengatakan, respon itu juga dilakukan mengingat Haluoleo bagi masyarakat Sultra merupakan tokoh pemersatu serta dikenal sebagai pemimpin dan kesatria yang gigih memperjuangkan kepentingan rakyat.

“Haluoleo, keberadaannya terkenal pada semua wilayah di Sultra, baik daratan maupun kepulauan dengan sebutan yang berbeda-beda namun merujuk pada seseorang,” tutur Sekda Sultra ini.

Lebih lanjut Ia mengatakan, melalui keberadaan monumen Patung Haluoleo nantinya, masyarakat termasuk para generasi muda kian terpacu mempelajari, menggali, mengenali, menguasai dan memiliki sejarah tersebut agar tidak mudah hilang, apalagi menjadi milik orang luar Bangsa Indonesia.

“Pemprov Sultra berharap, melalui rencana pembangunan monumen ini, generasi dari generasi dapat saling mengenal dan saling menjaga tatanan hidup harmonis yang telah tercipta selama ini, serta tidak mudah terhasut oleh isu-isu sesat terkait sejarah, sebab telah mengetahui dan memiliki sejarah tersebut,” yakinya.

Baca juga :   4 Program Prioritas H Rusli Ketua Apdesi Terlantik, Salah Satunya Berantas Narkoba Dimulai Dari Desa

Sementara itu, Pakar Kebudayaan Universitas Halu Oleo Kendari, Prof La Niampe termasuk Sekjen DPP Lembaga Adat Tolaki (LAT) Bisman Saranani, memberikan respon positif terhadap rencana pembangunan Patung Haluoleo oleh Pemprov Sultra.

Sekjen DPP Lembaga Adat Tolaki (LAT) Bisman Saranani, memberikan dukungan penuh, terlebih pembangunan tersebut lahir dari usulan yang disuarakan oleh LAT melalui DPRD Provinsi Sultra.

Menurut Prof La Niampe, apa yang diungkapkan oleh alm Rustam Tamburaka yang merupakan seorang dosen juga politisi terkait penelitiannya tentang Haluoleo, merupakan orang yang sama dari penyebutan nama La Kilaponto, Murhum dan La Tolaki, telah dituangkan juga dalam terbitan buku yang berjudul Merawat Keberagaman Budaya di Sulawesi Tenggara.

“Dalam buku tersebut, menghadirkan sejumlah penulis dari beberapa suku di Sultra, yakni saya sendiri sebagai ketua, Sekda Sultra, Pak Nanang Rudi Supriatna, Basrin Melamba, Syahrun, Muh Sabaruddin Sinapoy, Aslim, dan Rahmat Sewa Suraya, serta turut memberikan kata pengantar oleh Kapolri, Gubernur Sultra, dan Rektor UHO,” ungkapnya.

“Haluoleo ini merupakan lambang pemersatu, sehingga langkah Pemprov Sultra dinilai cukup tepat, apalagi nama Haluoleo sangat populer untuk Kawasan daratan. Untuk nama Haluoleo atau Lakilaponto atau Murhum merupakan sama saja, hanya berbeda versi penyebutan, artinya Nama Lakilaponto dikenal di tanah Muna, di Buton sebutan Murhum sebagai gelar kesultanannya, Tolaki dikenal sebagai Haluoleo atau Tamalaki,” tuturnya.

Baca juga :   HUT ke-23 DWP Sultra, Puluhan Anak Berhasil Menjalani Sunatan Massal

Menurutnya, terkait dengan pembangunan Patung Haluoleo, dimanapun dibangun di Sultra ini, semua memiliki hak, terlebih di Konawe maupun di Kendari, tinggal menyesuaikan dengan nama kepopulerannya.

Prof La Niampe berharap, melalui pembangunan patung tersebut nantinya, masyarakat lebih mencintai untuk mempelajari kebudayaan dan mengenal sejarah kebudayaan, termasuk kepada anak cucu, apalagi Lakilaponto atau Murhum atau Haluoleo adalah pemimpin dan tokoh pemersatu kerajaan-kerajaan tradisional di Sulawesi Tenggara.

Untuk diketahui, berikut kutipan sebagian isi buku berjudul Merawat Keberagaman Budaya di Sulawesi Tenggara yakni,  Lakilaponto atau Murhum atau Halu Oleo adalah pemimpin dan tokoh pemersatu kerajaan-kerajaan tradisional di Sulawesi Tenggara.

Nama Lakilaponto atau Murhum atau Haluoleo yang saat ini populer kalangan masyarakat Sulawesi Tenggara sesungguhnya merujuk pada nama seorang tokoh kharismatik dan pemberani, yaitu putra raja Muna bernama Sugi Manuru. Nama Lakilaponto dan Murhum umumnya popular dikalangan masyarakat Buton dan Muna. Sementara nama Haluoleo masyhur di lingkungan masyarakat Tolaki Konawe dan Mekongga. Pernyataan ini didukung oleh beberapa sumber yakni, Pertama Zahari (1977:46) mengemukakan bahwa Lakilaponto yang lebih mashur dengan nama Murhum adalah anak dari raja Muna bernama Sugi Manuru dan Wa Tubapala.

Kedua, Couvreur (1935:6-7) mengemukakan bahwa Lakilaponto adalah salah satu dari empat belas bersaudara, yang ayah mereka adalah seorang raja Muna, bernama Sugi Manuru. Keempat belas orang anak raja Sugi Manuru tersebut adalah pertama Kakoda, Manguntara, La Kakolo, La Pana, Tenderidatu, Kolipatoto, Wa Sidakari, Lakilaponto, La Pusaso, Rimpaisomba, Kiraimaguna, Patolakamba, Wa Gula, Wa Ode Pogo.

Baca juga :   Rencana Optimalisasi Sistem Administrasi, Pemprov Sultra Bertemu BErE dan BKN

Ketiga, Naskah kuno berjudul “Silsilah Bangsawan Buton” “…Maka Wa Tubapala bersuami dengan raja Wuna bernama Sugi Manuru. Setelah itu, maka Wa Tubapala beranak tiga orang, dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Yang pertama laki-laki itu La Tolaki namanya, timbang-timbangannya Lakilaponto yaitu Murhum, dan lagi seorang Kobangkuduna yaitu La Posasu namanya dan perempuan itu Wa Karamaguna namanya yaitu Wa Ode Pogo”

Keempat, Tamburaka (2003:212-213) mengemukakan bahwa Wealanda dikawini Elulanggai yaitu Sugi Manuru (raja Muna). Dari perkawinan itu lahirlah Haluoleo. Tamburaka lebih mempertegas bahwa Haluoleo lahir di Unaaha (Konawe) dari ibunya bernama Wealanda (Raja Konawe) dan ayahnya bernama Elulanggai (Sugi Manuru) yaitu Raja Muna.

Murhum, selain memiliki nama Lakilaponto dan Haluoleo, dikenal pula beberapa nama dan gelar. Namun, nama-nama dan gelar ini kurang populer di kalangan masyarakat Sulawesi Tenggara saat ini. Adapun beberapa nama dan gelar dimaksud adalah La Ponto, La Pantei, La Tolaki, Omputono Wuna, Omputo Kino Wuna, Laki Wolio, Kaimuddin, Tamalaki, Pobendeno Wonua.

Dalam tubuh Lakilaponto atau Murhum atau Haluoleo mengalir bermacam-macam darah bangsawan, bangsawan Muna, bangsawan Buton, bangsawan Tolaki, bangsawan Melayu, bangsawan Majapahit/Jawa dan bangsawan Selayar. (rls)

Artikel ini telah dibaca 9 kali

Baca Lainnya

Antisipasi Lakalantas, Satlantas Polres Bone Pasang Imbauan Di Titik Rawan Kecelakaan

4 Oktober 2024 - 11:44

Andi Asman Hadiri Pesta Rakyat Sirawu Sulo, Bukti Komitmen BerAmal Lestarikan Kearifan Lokal

4 Oktober 2024 - 08:36

Paslon Tegak Lurus Paparkan Program Strategis; Dari Peningkatan PAD, hingga Program 7 Juta Per KK

2 Oktober 2024 - 14:53

Kolaborasi Apik BerAmal Konsisten Perjuangkan Infrastruktur dan Kesejahteraan Petani

1 Oktober 2024 - 19:10

Warga Latekko Gelar Massempe, BerAmal Hadir Siap Lestarikan Tradisi Kearifan Lokal Bone

1 Oktober 2024 - 14:40

Peringati Hari Kesaktian Pancasila, Pj Bupati Bone Ajak Kawula Muda Tanamkan Nilai Pancasila

1 Oktober 2024 - 10:36

Trending di Sulselkita