SULTRAKITA.COM, SULTRA – Setiap 3 Mei diperingati sebagai Hari Kebebasan Pers Sedunia atau World Press Freedom Day.
Hari Kebebasan Pers Sedunia dimaksudkan guna menyuarakan kebebasan berpendapat di media dari ancaman atas pembungkaman, sensor dan penangguhan, serta untuk mengenang para jurnalis yang kehilangan nyawa dalam bertugas di seluruh dunia.
Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Forum Jurnalis Kendari (FJK) melakukan aksi damai di kawasan traffic light eks MTQ Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Kamis 6 Mei 2021, petang.
Selama 5 Tahun, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat ada 28 Kasus Kekerasan terus menimpa jurnalis khususnya di Sultra, proses hukumnya tak pernah berujung. Persoalan itu menjadi momok bagi masa depan jurnalistik di negeri ini.
Dalam momen itu, FJK yang digagas AJI Kendari, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sultra dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sultra, merefleksi potret buram kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis selama beberapa tahun terakhir di Sultra.
Sepanjang tahun 2017-2021, sebanyak 28 kasus tentang wartawan yang mendapat Teror, Intimidasi, Perampasan alat perekam, Penghapusan file liputan dan bentuk kekerasan lainnya saat menjalankan tugas.
Ketua AJI Kendari, Rosniawati Fikri mengatakan, aksi turun ke jalan, langkah yang terus dilakukan untuk menyuarakan agar kekerasan terhadap jurnalis dihentikan.
Pelaku kekerasan selama ini masih didominasi oleh oknum aparat Kepolisian. Usut tuntas dan adili pelaku kekerasan terhadap jurnalis, sesuai regulasi yang tersedia. Siapapun pelakunya, apapun bentuk kekerasannya, harus diproses secara hukum.
“Setiap tahun kami selalu menyuarakan ‘Stop Kekerasan Terhadap Jurnalis’ karena kami Jurnalis bekerja untuk publik agar seluruh masyarakat mendapatkan informasi yang berkualitas,” tegas Ros.
Ros berharap, kasus kekerasan terhadap jurnalis tak terjadi di hari-hari mendatang. Biarkan jurnalis bekerja sebagai jurnalis.
Pada kesempatan itu, Ketua IJTI Sultra, Asdar Zula, meminta semua pihak menghormati jurnalis yang bekerja untuk publik memperoleh hak atas informasi.
“Jurnalis bekerja merujuk kode etik dan UU No 40 Tentang Pokok Pers, maka sudah seharusnya Aparat memberikan perlindungan kepada Wartawan yang bertugas,” terang Asdar.
FJK mengutuk segala bentuk kekerasan yang menimpa jurnalis. Mendesak Kepolisian untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis sesuai hukum yang berlaku.
Diharapkan kepada TNI-Polri untuk menjamin keselamatan jurnalis yang bertugas. Segala perkara yang berakaitan dengan sengketa pers harus diselesaikan dengan merujuk UU No.40 Tahun 1999, Tentang Pokok Pers, bukan dengan pasal-pasal karet UU ITE.
FJK juga meminta jurnalis bekerja secara profesional dengan menjunjung tinggi kode etik jurnalis. (AN)