SULTRAKITA.COM, KENDARI – Sejumlah Kepala Sekolah SMA dan SMK di Sulawesi Tenggara (Sultra) menilai pelantikan yang dilakukan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sultra tidak melalui mekanisme yang benar. Pasalnya. Para Kepala Sekolah menilai SK yang baru saja diberikan oleh menuai kejanggalan, yang dimana SK tersebut tidak sesuai dengan prosedur.
Eks Kepala SMK 4 Konawe H. Syafrudin mengatakan, dirinya bersama rekan – rekan Kepala Sekolah lainya tidak akan meninggalkan sekolah, sebelum SK yang benar – benar resmi dan sesuai prosedur dikeluarkan oleh Dikbud Sultra.
“Sampai saat ini saya masih mengajar dan masih berkantor di SMK 4 Konawe. Karena saya pada prinsipnya akan meninggalkan sekolah ini, kalau sudah benar – benar menerima SK resmi dan bukan SK yang cacat administrasi, prosedur, seperti ini, ” tegasnya
Menurutnya, SK yang baru saja diberikan oleh Cabang Kedinasan Konawe (CKD) itu menuai kejanggalan. Dimana SK tersebut tidak sesuai dengan prosedur.
“Melihat SK saya tadi bahwa muncul surat keputusanya itu tanggal 23 Maret, yang seharusnya kalau prosedur untuk mempromosikan seseorang sebagai kepala sekolah atau jabatan lain itu harus ada tenggang waktu, tetapi ini tidak hanya jedah 3 hari saja, ” ungkapnya.
Tidak hanya itu, Kepala Dinas juga seharusnya melakukan assessment, namun faktanya tidak. Selain itu, nilai asesmen juga tidak transparan ke publik, apakah baik atau tidak.
“Saat itu Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan beralasan pergantian ini atas dasar Assessment sehingga melakukan mutasi dn pemberhentian kepala sekolah. Sementara faktanya banyak yang diangkat jabatannya sebagai kepala sekolah tidak diassement bahkan kriteria persyaratannya banyak yang tidak memiliki sertifikat Cakep dan guru penggerak,” tegasnya.
Atas dasar tersebut, pelantikan pada 14 April 2023 lalu harus dibatalkan dan ditinjau kembali agar pendidikan di Sultra berjalan dengan baik. Karena siswa dan guru bingung, akibat kondisi dualisme kepemimpinan, sehingga proses PBM terganggu.
“Tidak hanya itu, masyarakatpun menilai bahwa jika hal seperti terjadi kasian anak bangsa, harapan dan negara yg menjdi prioritas garda terdepan sebagai aset kemajuan NKRI,” tandasnya.
Syafrudin juga mempertanyakan terkait dengan surat edaran Sekda No.800.1.11/2177, perihal monitoring dan evaluasi penegakan disiplin poin F : tentang data aparatur yang pernah atau sedang status tersangka dan terpidana.
“Status Kadis Dikbud yang pernah dikurung tahanan 8 bulan sangat harus dipertanyakan, ” tutur Syafrudin.
Untuk itu, Ia berharap agar Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi mendengarkan tuntutan kepala sekolah untuk segera mencopot Yusmin sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Saya minta pada Gubernur untuk copot Kadis ini, karena sudah tidak sesuai dengan apa yang kami rasakan hari ini, jangan kami diintimidasi dan ditakuti. Apalagi saya sempat dengar dia mencari nama saya, tetapi yang jelas saya tidak akan lari dan tetap menyuarakan keadilan hingga kebenaran itu terlihat, ” jelasnya.
Tak hanya itu, Syafrudin meminta kepada Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi agar melakukan upaya perbaikan dalam hal mengangkat seorang Kadis Pendidikan yang bisa diterima masyarakat atas kompetensinya dan paham hukum serta mengedepankan mekanisme dan aturan.
“Saat ini Kadis Dikbud menuai masalah yang sangat merugikan pendidikan, karena sesuai sambutan pak Gubernur saat Rakor di Claro. Para Kepala Sekolah yang prestasi perlu diberi reward keluar negeri, tetapi saat ini kualitas KS tidak berarti dalam mendidik dan mengajar pelajar SMK dan SMK, karena mereka sudah diganti dan penggantinya tidak memenuhi kriteria untuk jadi KS, “terangnya.
Hal Senada diungkapkan, Eks Kepala SMAN 9 Kendari Aslan mengatakan, hingga saat ini dirinya masih menjalankan tugasnya sebagai Kepala Sekolah di SMA 9.
“Alasan saya masih beraktivitas di SMA 9 ini salah satunya terkait dengan penyelenggaraan administrasi masih ada nama saya di dalamnya. Sehingga saya harus tuntaskan semua yang masih menjadi tanggung jawab saya dari Januari sampai dengan April,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, secara administrasi SK pemberhentian kepala SMA 9 Kendari ini belum terima. Terus seyogyanya kepala sekolah yang baru maupun yang lama harus melakukan serah terima jabatan baru dapat beraktivitas.
Namun yang terjadi di lapangan tidak demikian. Satu hari setelah pelantikan, Kepala Sekolah baru langsung beraktivitas bahkan sudah memimpin rapat. Semestinya kepala sekolah yang baru memiliki SK dan surat perintah dari BKD Sultra tetapi faktanya tidak ada.
“Kami kan belum diberikan SK pemberhentian atau mutasi di sekolah lain jadi kami semua masih melaksanakan tugas-tugas yang ada di sekolah,” tegasnya.
Untuk itu, pihaknya akan melayangkan gugatan ke PTUN. Sebelumnya juga telah melayangkan surat keberatan kepada BKD.
“Kami juga melayangkan gugatan ke PTUN. Sebelumnya kami melayangkan surat keberatan kepada BKD, Gubernur dan Dinas Pendidikan terkait SK 231 sebab kami anggap tidak prosedural karena tidak melalui Sekretaris Daerah,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra saat dikonfirmasi di Kantornya belum bisa ditemui. (Ikl)