Oleh : Amrin Sam Insana, S.Sos., M.Hum
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. dan untuk menjamin tersalurkannya hak politik masyarakat maka dilaksanakanlah pemilu (Pemilihan umum.
Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata ‘pemilihan’ lebih sering digunakan.
Dalam sejarah bangsa indonesia, proses pemilu sudah dilaksanakan sejak tahun 1955, Berdasarkan amanat UU No.7 Tahun 1953, Pemilu 1955 dilakukan dua kali. Pemilu pertama dilaksanakan pada 29 September 1955 untuk memilih anggota-anggota DPR. Pemilu kedua, 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante.
Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No.15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Pemilu 1977 – 1997 di ikuti oleh 3 parpol saja, yakni partai Golkar, PPP dan PDI. pemilu 1999 memiliki sedikit perbedaan dalam proses penetapan pemenang, yakni Cara pembagian kursi hasil pemilihan kali ini tetap memakai sistem proposional dengan mengikuti varian Roget. Dalam sistem ini sebuah partai memperoleh kursi seimbang dengan suara yang diperolehnya di daerah pemilihan.Namun, cara penetapan calon terpilih berbeda dengan pemilu sebelumnya, yakni dengan menentukan peringkat perolehan suara suatu partai di dapil.
Selanjutnya sejak pemilu 2004 untuk pertama kali rakyat Indonesia dapat menyalurkan langsung hak pilihnya untuk memilih presiden dan wakil presiden. Dalam Pemilu 2004, ada perbedaan sistem bila dibandingkan dengan pemilu periode sebelumnya, khususnya dalam sistem pemilihan DPR/DPRD, sistem pemilihan DPD, dan pemilihan presiden-wakil presiden yang dilakukan secara langsung dan bukan lagi melalui anggota MPR seperti pemilu sebelumnya. Pemilu 2004 menunjukan kemajuan dalam demokrasi kita.
Proses pemilihan ini menjadi awal mula banyaknya Peserta partai politik untuk ikut berkompetisi, dan hal tersebut menjadi titik nadi dalam meningkatnya peluang tidak terpilihnya peserta dalam proses pemilu sehingga munculah strategi mempengaruhi seseorang dengan Politik Uang.
Politik uang adalah suatu upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara pemilih (voters).
Mengutip pendapat Bumke (2014), bahwa selama ini memang tidak ada definisi baku tentang politik uang. Istilah politik uang digunakan untuk menyatakan korupsi politik, klientelisme hingga pembelian suara.
Menurut Ismawan (1999). Politik uang adalah upaya mempengaruhi perilaku orang lain dengan menggunakan imbalan tertentu. Ada yang mengartikan politik uang sebagai tindakan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan. Tindakan ini bisa terjadi dalam jangkauan (range) yang lebar, dari pemilihan kepala desa sampai pemilihan umum suatu negara.
Menurut Juliansyah (2007). Politik uang adalah suatu upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara pemilih (voters).
Sudah menjadi rahasia umum proses jual beli suara ini terjadi disetiap pemilihan. baik itu pemilu mau pun pilkada. namun hingga saat ini penyakit tersebut terus tumbuh subur menjadi salah satu faktor terbesar yang dapat mempengaruhi seseorang dapat terpilih.
Proses politik uang ini sebenarnya sudah ada sejak dulu, namun ruang dan pelakunya berbeda. dulu proses jual beli suara hanya terjadi diruang lingkup Parlemen saja, seperti Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati yang dilaksanakan di DPRD Provinsi dan Kab/Kota, jual beli suara dalam penetapan UU seperti yang di ungkapakan Mahfud MD dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC).
Politik Uang akan terus tumbuh subur dan berkembang jika masyarakat tidak menyadari pentingnya memilih seseorang pemimpin berdasarkan kapasitas dan kapabilitasnya. jika hanya berdasarkan besaran uang yang diberikan saat Pemilu, maka hasilnya akan seperti yang kita rasakan hari ini, banyak pemimpin yang hanya mementingkan diri mera sendiri, dan hanya akan memperhatikan rakyat saat menjelang pemilu dilangsungkan.
Dampak Politik Uang sudah lama tumbuh subur dalam system sosial kemasyarakatan kita ini ibarat sebuah penyakit menahun yang mencederai sistem demokrasi. Politik uang sangat menghambat dalam membangun sebuah proses demokrasi yang sehat karena dampaknya yang sangat merusak. Beberapa dampak buruk politik uang bagi demokrasi adalah :
1. Merendahkan martabat rakyat.
2. Menimbulkan ketergantungan dan ketidakmandirian masyarakat secara politik.
3. Mengubah kekuasaan politik menjadi masalah private/individu, bukan lagi masalah publik yang harus dipertanggungjawabkan secara akuntabel.
4. Menghilangkan sikap kritis masyarakat terhadap kekuasaan.
5. Manipulasi hubungan sosial dari hubungan yang mengandalkan trust (kepercayaan) menjadi hubungan yang transaksional.
6. Menimbulkan potensi terjadinya perilaku korupsi.
Semoga melalui tulisan ini dapat menjadi referensi masyarakat, umumya kaum pemuda dalam menentukan pilihanya pada pesta demokrasi 5 tahunan yang akan datang. (*)
* Penulis adalah Ketua BPC HIPMI Kabupaten Konawe Utara.
* Isi Opini adalah tanggung jawab Penulis.