SULTRAKITA.COM, WAKATOBI – Masyarakat Hukum Adat (MHA) pulau Tomia bersama Komunitas Nelayan Tomia (Komunto), Balai Taman Nasional Wakatobi (BTNW) seksi pengelolaan wilayah III, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perikanan Tomia membentuk tim Heole-Olea untuk memonitoring dan pengawasan.
Salah satu Tokoh Adat di Desa Kulati menyampaikan bahwa ikan Ole adalah spesies yang diduga endemik di Tomia yang biasanya hanya muncul pada bulan Juni hingga September yang harus disesuaikan dengan cara tradisi tangkap yang baik.
“Untuk menangkap ikan ole ini harus diatur mata jaringnya agar ikan ole yang kecil itu tidak ikut tersangkut. Jadi harus didorong lebih luas lagi untuk disosialisasikan setiap Desa dan Kelurahan agar masyarakat Tomia memahami cara tangkap yang baik supaya ikan langka ini tidak cepat punah,” bebernya di rapat pembentukan tim Heole-Olea yang digelar di Jembatan Wisata Barakati Tomia, Kecamatan Tomia. Sabtu 14 Agustus 2021.
Ketua Komunto, Abas menyampaikan, pembentukan tim ini bertujuan untuk pelestarian sumber daya ikan dalam rangka menjaga stok ikan Ole agar tetap ada dan bisa di tangkap oleh nelayan setiap musimnya untuk kesejahteraan nelayan itu sendiri.
“Rapat kegiatan ini di dukung oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara, Balai Taman Nasional dan Masyarakat Hukum Adat Kawati Pulau Tomia untuk membentuk tim sebanyak 11 orang yang akan ikut serta ke titik wilayah perairan ikan Ole,” tuturnya dihadapan tamu undangan.
Kepala BTNW, Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Tomia-Binongko, Iwan sangat mengapresiasi kegiatan pembentukan tim Heole-Olea dalam wujud pelestarian lingkungan.
“Ini bukan maksud melarang untuk menangkap ikan Ole tersebut, tapi kita harus memikirkan keberlanjutan spesies ini, apalagi sudah mulai berkurang dan punah. Untuk itu harus mengikuti aturan yang ada khususnya alat tangkap yang ukuran mata jaringnya diperbolehkan itu sebesar 3/4 atau 1/2 inci,” paparnya ketika membawakan materi.
Untuk diketahui, pada Selasa 17 November 2020 lalu, Bonto Waha, Meantu’u Tongano, Meantu’u Timu, Camat Tomia, Camat Tomia Timur, BTNW, Polsek Tomia, Polsek Tomia Timur, Danramil, UPTD Perikanan Tomia, Komunto, YKAN, Perwakilan Nelayan Tomia, Perwakilan Nelayan Tomia Timur dan Perwakilan Perempuan telah menggelar “Deklarasi MHA Tentang Penangkapan dan Pengelolaan Ikan Ole Dalam Wilayah Kelola Adat Kawati Pulau Tomia” sebanyak enam poin yakni:
1. Ikan Ole adalah ikan endemik pulau Tomia yang harus dilestarikan keberlanjutannya.
2. Wilayah penangkapan ikan Ole adalah wilayah kelola MHA pulau Tomia.
3. Penangkapan ikan Ole dilakukan setelah ikan Ole bertelur atau memijah pada pukul 04.00 wita sudah mulai memijah dan dapat dijaring.
4. Sifu dan alat tangkap lain yang tidak ramah lingkungan dilarang penggunaannya dalam penangkapan ikan Ole/Opuru diwilayah kelolah MHA pulau Tomia dan mata jaring yang yaitu 3/4 atau 1/2 inci.
5. MHA, Nelayan dan pihak terkait lainnya wajib melakukan pengawasan pada lokasi pemijahan ikan Ole dari segala aktifitas yang merusak.
6. Setiap orang yang melanggar kesepakatan adat ini akan dikenakan sanksi sesuai Perbub Wakatobi nomor 45 tahun 2018 pasal 12 tentang perlindungan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasis MHA Kawati pulau Tomia Wakatobi. (AN)